"Barangsiapa berkata kepada saudaranya, 'Hai kafir', maka berlakulah perkataan itu pada salah seorang dari keduanya." (al-Hadits).
Dalam hadits yang lain beliau bersabda, "Barangsiapa mengucapkan laailaha illallah, maka ia telah masuk Islam serta terpelihara jiwa dan hartanya. Kalaupun ia mengucapkan kalimat itu karena takut atau hendak berlindung dari tajamnya pedang, maka perhitungannya kepada Allah. Sedangkan bagi kita cukuplah dengan yang lahir (nyata)." (al-Hadits).
Bagi kita, cukuplah seseorang menjadi muslim dari apa yang tampak di permukaannya dan kewajiban kita adalah bersama-sama memberikan pencerahan dan jalan terang untuk membangun kualitas iman, akhlak, dan amaliahnya, sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh syariat. Karena itu pula, Nabi mengecam Usamah, ketika dia membunuh seseorang dalam suatu pertempuran, padahal orang yang dibunuh itu telah mengucapkan syahadat. Beliau bertanya, "Engkau membunuhnya, setelah ia mengucapkan lailaha illallah?" Usamah menjawab, "Ia hanya mengucapkan kalimat itu karena hendak berlindung dari pukulan pedang." Maka beliau pun bertanya kembali, "Mengapa tidak engkau belah dadanya?" Kemudian Usamah berujar terus-menerus bahwa Nabi tidak putus-putusnya mengucapkannya sehingga aku sangat ingin seandainya baru hari itu aku menjadi seorang muslim." (al Hadits)
Tidak pelak lagi, persaudaraan adalah kuncinya persatuan, bahkan merupakan roh yang menghidupkan di dalam denyutan jantung kehidupan jamaah. Haru biru umat Islam, cerai-berai, dan terpuruk dalam kenelangsaan perpecahan yang hampir-hampir membuat konflik diantara sesama umat, dikarenakan roh persaudaraan hanyalah menjadi pemanis bibir belaka. Indah dalam pernyataan, tetapi hampa dalam kenyataan. Ini semua dikarenakan kita semua hampir menjadikan ayat dan hadits hanya sekadar barisan huruf dan kalimat untuk konsumsi hafalan verbal, pelengkap skripsi, dan bumbu penyedap dalam pidato semata-mata.
Salah satu kelemahan kita saat ini, justru kita sering berbantahan dalam hal-hal yang berkaitan dengan khilafiah atau kerangka penafsiran syariat. Kemudian perbedaan ini merembes ke dalam hati sanubari umat dalam bentuk pemasangan "barikade" untuk mengulurkan tali ukhuwah. Bentuk inilah yang diisyaratkan oleh Allah sebagai suatu sikap yang akan memperlemah kekuatan umat Islam di hadapan musuh-musuhnya. Kebanggaan kultural atau kebangsaan seringkali membuahkan pula silang sengketa, karena rasa nasionalisme, etnik lebih dominan dibandingkan dengan rasa keislamannya. Maka setiap anggota jamaah yang berhimpun dalam harakah dakwah, apa pun nama gerakannya, harus mempunyai sikap toleran yang sangat tinggi terhadap sesama saudaranya yang lain. Toh, mereka masih melaksanakan shalat, masih menghadap ke kiblat, dan masih melafalkan dua kalimat syahadat.
Cobalah kita tafakur dengan sangat mendalam, apakah mungkin kita harus terkotak- kotak dan berpisah? Padahal Nabi kita sama, Kitab Suci kita sama, Kiblat kita pun sama, bahkan Tuhan serta syahadat kita merupakan dasar kesamaan yang paling hakiki. Berbagai perbedaan metode dakwah ataupun perbedaan paham dalam kaitan ibadah yang bersifat furu'iyah, tidak harus memisahkan persaudaraan diantara kita, apalagi saling mengafirkan satu dengan lainnya, merasa diri yang paling sunnah atau yang paling surga.
Untuk itu, strategi dakwah persaudaraan jamaah harus menekankan kepada kerangka acuan yang mendasar dalam gerakannya, yaitu sebagai berikut:
1. Perbedaan paham diantara sesama muslim tidak menjadikan hambatan bagi dirinya untuk menyambung tali persaudaraan. Mereka sadar pada akhirnya hanya Allah jualah yang akan menentukan kata akhir dari perjalanan hidupnya. Mereka akan berbicara tentang hal-hal yang sama diantara sesama muslim. Cita-cita yang sama, gerakan atau program-program amaliah yang sama, dan berusaha terus untuk memperlebar kesamaan diantara mereka, serta tetap saling menghargai hal-hal operasional, yang secara prinsip tidak membedakan dirinya dengan yang lain. Kita semua telah terikat oleh satu semangat yang terus berkembang menuju pada pemahaman tauhid yang sama.
2. Ciri khas dari gerakan dakwah Islamiyah adalah perasaan cinta dan rasa tanggung jawab yang besar terhadap kemaslahatan umat Dia menyeru, mengimbau, melakukan persuasi, dan bukan menghakimi, menuding, mencaci-maki, apalagi memutuskan tali silaturahmi. Mereka sadar bahwa dakwah berdasarkan cinta telah mendorongnya untuk mendatangi dan menyelamatkan. Sebaliknya, dakwah yang disulut oleh rasa benci akan menjauhkan dirinya. dari objek dakwah dan membiarkan manusia berenang dalam kesesatan. Mereka sadar bahwa dirinya bukan panglima perang yang didoktrin dengan propaganda kebencian untuk melemahkan mental musuh agar mudahlah baginya membunuh lawan sebanyak-banyaknya untuk memenangkan pertempuran. Dirinya adalah mujahid dakwah yang bertugas untuk menundukkan paham, sikap, dan pandangan orang lain agar menjadi kawan, bahkan sahabat yang akan memperkuat barisan jamaahnya.
3. Rasa persaudaraannya yang sangat mendalam telah mendorong dirinya untuk ikut mempelajari segala hal yang ada dalam lingkungan budayanya. Sehingga, menjadikan dirinya sebagai sumber ilmu yang luas pandangannya dan karenanya tidak cepat terburu nafsu menjatuhkan vonis. Dia mengetahui di mana dan kapan harus berbicara dan mengambil keputusan. Hanya dengan kekuatan akhlak, ilmu, dan pandangan yang luas, kita akan mampu menggerakkan program dakwah. Sebaliknya, keringnya keilmuan dan sempitnya wawasan, akan mendorong kita mengambil keputusan atau memecahkan berbagai persoalan secara sepihak. Maka setiap anggota jamaah adalah tipikal manusia yang selalu haus dalam mereguk tinta keilmuan, menapaki seluruh pelosok kehidupan, dan membaur di dalam masyarakatnya. Mereka jbukanlah manusia yang mengisolasi diri, membuat hijab, seakan-akan dirinyalah yang paling benar, seraya menafikan atau mencemoohkan golongan yang lain.
Dengan semangat persaudaraan, bergeraklah kita untuk menjalin tali ukhuwah yang konkret dan membekas. Mewujudkan seluruh ayat dan hadits tentang tema-tema persaudaraan, tentang perasaan empati yang diungkapkan lewat makna "bersatunya raga". Membuka rasa tanggung jawab dan rasa cinta, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
"Tidaklah (sempurna) iman seseorang diantaramu sehingga ia mencintai saudaranya (sesama muslim), sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhari dan Muslim).
Lalu hal itu dilanjutkan dengan perasaan bahwa ada satu beban untuk terus mewujudkan satu program konkret dan membekas dalam diri jamaah muslim, yaitu makna dari ayat yang menjadi acuan kita bersama yaitu, "Sesungguhnya orang orang mukmin adalah bersaudara…" (al-Hujurat:10).
Untuk menghindari fanatisme kelompok yang bisa mengarah kepada kejumudan dan semangat ashabiyah, hendaknya para anggota jamaah melakukan tindakan yang aktual sebagai berikut:
1. Selalu berupaya untuk menjalin tali silaturahmi dengan berbagai kelompok dakwah tersebut. Masuklah ke dalam harakah mereka, simaklah dengan baik berbagai metode yang diperkenalkannya. Dengan cara seperti ini, kita tidak akan terjebak dalam fanatisme buta karena mampu mengambil hal-hal yang sama (convergen) dari seluruh kelompok.
2. Tawarkan satu program bersama yang dapat dilaksanakan secara gotong-royong oleh berbagai harakah dakwah tersebut, sehingga tanpa disadari akan terjadi kristalisasi, dan mungkin pemikiran-pemikiran yang cemerlang akibat adanya intensitas interaksi diantara organisasi atau kelompok dakwah tersebut
3. Upayakan agar terwujudnya pertemuan-pertemuan rutin diantara sesama kelompok harakah dakwah tersebut untuk membicarakan berbagai program lapangan yang bisa dilaksanakan secara gotong-royong, jauhkanlah satu perdebatan atau pembicaraan yang mengarah pada hal yang berkaitan dengan khilafiah.
0 komentar:
Posting Komentar